Saturday, March 15, 2014

Jurnal Live In Di Nongkojajar

Tanggal 18 Februari 2014
                Kami bersama-sama berangkat menuju Nongkojajar. Perjalanannya cukup lama dan kami mengalami pergantian kendaraan karena bus tidak dapat masuk ke tempat tujuan kami. Dari bus kami menaiki bison. Perjalannnya berliku dan menangjak, tapi sudah mulai terasa hawa dinginnya.
                Setelah kurang lebih 1-2jam (setelah menaiki bison) kami sampai di mess Baitani. Hawa disana benar-benar dingin karena angin sejuk dan kabut. Kami dikumpulkan terlebih dahulu dan dibagikan live let.

                Hal pertama yang kami lakukan adalah mandi. Tersedia 6 kamar mandi untuk 27 siswa. Jadi harus mengantri. Jangan tanya soal suhu air, SANGAT dingin. 3 kamar mandi memiliki fasilitas air panas sedangkan 3 lainnya tidak. Pada awalnya banyak anak yang mengantri untuk kamar mandi dengan air panas.
                Ketika malam hari, kami semua dikumpulkan di aula. Di sana ada sesi pengenalan siswa-siswi Baitani dan Citra Berkat.

Tanggal 19 Februari 2014
                Saya dan teman-teman sekamar saya, Birgie dan Sharon, mengatur alaram pukul 4 pagi karena kami harus bersiap untuk tracking ke air terjun. Itu adala tracking pertama saya dan sangat menyenangkan. Kami berjalan cukup jauh. Ketika kami harus keluar dari jalan setapak, medan mulai licin karena tanah yang basah dan belumpur. Kami menuruni lereng bukit bersama-sama dan berhati-hati. Banyak tumbuhan dan bebatuan yang dapat kami manfaatkan sebagai pjakan, tapi tumbuhan dan bebatuan tersebut juga bisa menjadi halangan. Teman-teman yang ‘lebih handal’ membantu kami semua dalam menuruni bukit. Mereka mambuka jalan dan membantu mengatur pijakan kami.
                Beberapa dari kami sempat terpeleset, tapi tidak jatuh. Saat itu saya menyesal menggunakan sepatu sekolah karena menggunakan itu sangatlah licin.  Tapi pada akhirnya, kami berhasil sampai hingga air terjun.

                Disana, kami menikmati pemandangan, berfoto bersama, membuat video, dan bersantai. Meskipun warnai air terjunnya tidak jernih, kami tetap menikmatinya.  Kondisi air tersebut masih asri. Kita dapat melihat banyak tumbuhan bamboo dan bukit-bukit hijau dari sini. 

                Setelah beberapa jam kami di sana, kami memutuskan kembali karena kami memiliki jadwal lain. Perjalanan mendaki lebih mudah dari pada sewaktu kami turun. Sejak saat itu saya menyukai tracking meskipun itu melelahkan.
                Jadwal kami setelah tracing adalah pergi kepasar dan mengadakan permainan. Tapi melihat kondisi banyak anak yang tepar, permainan tersebut dibatalkan dan hanya beberapa anak yang mau ikut saya yang akan ke pasar, sedangkan yang lain dapat beristirahat di mess. Saya dan Birgie memutuskan untuk beristirahat di mess saja dan mandi karena sebentar lagi kami akan bersama siswa dan siswi Baitani untuk live in.
                Saya dan Natalia tinggal bersama Reani. Kami sudah diberitahu jika rumahnya jauh dari Baitani, tapi kami tidak menyangka akan SEJAUH itu. Dari Baitani ke Andonosari (alamat Reani yang tertera di live let) jaraknya cukup jauh. Tapi dari Andono dari kami masih harus berjalan +/- 5 km agar dapat sampai di rumahnya. Belum lagi jalannya berbatu, berliku, dan naik turun. Saya, Joy, Bu Devi, dan Bu Yulian harus berjalan karena rumah kami berdekatan. Seharusnya kami bersama Jeffrey juga, tapi ia sudah naik sepeda motor bersama Thomas.
                Reani mengatakan ia juga harus berjalan seperti ini setiap pagi dan pulang sekolah, ketika sampai di Andono sari, barulah ia dapat menaiki ojek. Perjuangannya untuk sekolah harus diacung jempol.
                Di rumah Reani, kami hanya sempat untuk makan dan berganti baju. Karena kami harus pergi ke persekutuan. Tempat persekutuan sangat dekat dengan rumah Reani. Di sana, kami bertemu dengan Joy, Jeffrey, Thomas, dan kakanya Thomas. Di persekutuan tersebut kami disambut oleh para anggotanya. Sangat menyenangkan. Lalu diakhir persekutuan kami makan lagi. Kami makan bersama anggota persekutuan.

                Saat makan, ada kejadian lucu. Sambal yang dibuat sangat pedas dan Joy sudah terlanjur ‘menaburi’ nasinya dengan sambal tersebut sehingga ia harus memakan banyak sayur untuk meredam rasa pedasnya.
                Setelah persekutan, kami kemali ke rumah masing-masing. Tak berapa lama, kami memutuskan untuk mampir ke rumah Thomas. Sebelumnya kami menjebut Bu Devi dan Bu Yulian dirumahnya. Di rumha Thomas kami ngobrol dan merencanakan kegiatan untuk keesokan harinya. Kami juga berfoto bersama.
Ketika pulang ke rumah Reani, malam harinya, saya dan Natalia ngobrol dengan Reani sampai malam.


Tanggal 20 Februari 2014
               
Karena tuan rumah kami tidak memiliki kegiatan pagi harinya, kami datang ke rumah Thomas untuk beraktifitas dengan kakaknya. Pukul 6 pagi kami sudah tiba di rumah Thomas dan sarapan di sana. Rembung yang dibuat Bu Siti, ibunya Thomas, sangat enak. Setelah sarapan, kami turun ke bukit untuk nyambik suket. Perjalanan turunnya sedikit lebih menantang dari pada tracking sebelumnya karena kelandaiannya hampir atau mungkin lebih dari 45o, tempatnya terbuka dan hanya dapat berpegangan pada pohon pinus (yang jaraknya juga berjauhan) dan tanah.
                Kami turun dengan ‘susah payah’. Setibanya di tempat yang landai kami langsung lega. Kami melihat kakanya Thomas menyambik suket. Cepat dan langsung banyak.
 Joy juga sempat mencoba, tapi hasilnya tidak terlalu banyak.
                Setelah nyambik, kami kembali ke rumah thomas untuk beritirahat karena kam akan tracking lagi ke kebun apel milik keluarga Thomas. Perjalannya juga sangat jauh, naik turun dan jalannya berbatu. Itu yang membuat perjalanan jadi semakin jauh.
                Kebun apel milik Thomas sangat besar. Sejauh mata memandang hanya apel!!! Di sana kami diajari untuk memetik apel, membedakan apel yang sudah masak dan yang tidak. Kakaknya Thomas juga menjelaskan bahwa apel yang mereka kembangkan adalah hasil stek. Dalam satu pohon terdapat 2 jenis apel. Kami boleh membawa oleh-oleh apel +/- 5 kg apel.
                Sehabis dari kebun apel, kami berencana untuk mampir ke air terjun (berbeda dengan air terjun yang pertama) tapi karena waktunya tidak cukup kami hanya memetik bunga dan kembali. Kami sempat bermain di sungai. Sewaktu kembali, kami sangat-sangat-sangat lelah sehingga ketika di rumah Thomas, kami langsung tepar.
                Kami menunggu cukup lama sampai akhirnya Bu Devi dan Bu Yulian datang. Kami membeli beberapa makanan kecil dari tokonya Thomas, siap untuk perjalnaan panjang.
                Perjalanan pulang kami, benar-benar perjuangan. Membawa oleh-oleh tambahah 5 kg apel, membawanya tidaklah mudah. Di perjalanan juga kami sering berhenti untuk menarik nafas dan beristirahat.
                Sesampainya di Andonosari, kami menunggu mobil untuk mengangkut kami. Sayangnya, setelah kami konfirmasi lagi mobilnya akanterlambat. Padahal sebelumnyakami diperingatkan agar tidak terlambat. Hal itu sempat membuat kita emosi, tapi akhirnya kami memutuskan untuk berjalan ke mess. Dalam perjalanan kami bertemu dengan Axel dan Denny sehingga kami berjalan bersama.
                Kami bertemu pick up yang menjemput kami setelah berjalan +/- 3 km lagi. Kami benar-benar lelah, terutama saya, Natalia, Joy, jeffrey, Bu Devi dan Bu Yulian. Sesampainya di mess, kami langsung mandi dan istirahat.
                Tak lama kemudian kami semua dipanggil untuk mengikuti permainan. Permainan catur ala Running Man. Saya menjadi mentri dan setelah melakukan pengejaran yang menguras energi, kelompok saya memenangkan pertandingan (yay). Saya lelah, tapi saya menikmati permainannya. Setelah permainan tersebut saya ditunjuk untuk menjadi WL dalam persekutuan. Setelah istirahat sebentar, kami mengadakan persekutuan. Ketika persekutuan berakhir barulah saya memiliki waktu untuk mandi.
Untuk penutupan hari itu, kami mengadakan barbeque dan api unggun. Bersama anak-anak Baitani, kami mengadakan mini games, bernyanyi, dan sharing bersama.
Malam itu, karena pukul 1 pagi kami harus sudah siap ke Bromo untuk melihat matahi terbit,  saya dan beberapa teman memutuskan utnuk begadang. Kami bermain kartu, dan ngobrol. Itu juga momen menyenangkan karena kami bisa menghabiskan waktu bersama.

Tanggal 21 Februari 2014
                Kami siap untuk ke Bromo. Kami menyiapkan alat-alay yang akan kami bawa. Semua anak juga telah menggunakan baju tebal. Tapi tidak ada yang menyangka jika pakaian itu masih kurang tebal.
 Saat di pick up, saya benar-benar mengantuk dan kedinginan. Teman-teman juga begitu. SANGAT dingin sehingga tangan bisa mati rasa. Banyak dari kami yang tertidur selama di perjalanan., tapi pemandangan langit malamnya sangat bagus. Saya sempat ngeri juga kalau melewati jalan berliku. Sesampainya di di bromo. Hawanya benar-benar-benar sangat dingin. Nafasmu juga akan dingin. Ketika kami sampai ditempat dimana kami dapat melihat matahari terbit, kami melihat banyak turis berdatangan. Baik dari dalam atau luar negeri.

                Kami menikmati pemamdangan, berfoto dan membuat video. Ketika matahari sudah mulai tinggi, kami memutuskan untuk turun ke pantai pasir dan akan mendaki ke puncak Bromo. Sebelumnya kami menikmati minuman dan makanan hangat di salah satu tempat makan sederhana di sana.
                Ketika kami di pantai pasir, tidak banyak yang ikut mendaki. Mereka lebih memilih untuk tinggal di mobil. Sedangkan saya? Saya memilih untuk tracking lagi meskipun energi sudah terkuras (ada juga yang memilih ke puncka menggunakan kuda). The tracking was fun. Karena saya dan Joy sudah ‘belajar’ dari pengalaman, kami tidak terlalu kesulitan dan tidak terlalu gampang lelah. Yang paling berat adalah ketika menaiki tangga. Hal terberat karena sampai di tengah-tengah kaki saya sangat susah untuk diangkat, belum lagi hawanya sangatlah panas. Bau belerang juga sudah tercium sehingga tenggorokan menjadi gatal.

                Dari puncak, kami bisa melihat wihara dan tempat pick up kami parkir sangat kecil. Kami berfoto di puncak, tapi tidak lama kemudian kami turun karena sudah dipanggil kembali. Perjalanan turun lebih mudah dan lebih cepat. Saya yakin kami semua akan mendapat sun burn.
                Perjalanan kembali ke mess, awalnya terasa panas karena sinar matahari. Tapi ketika sudah mulai dekat dengan ongkojajar hawa mulai dingin dan kami dapat melihat kabut. Sinar mataharipun tidka banyak. Selama perjalanan pulang kami melihat banyak warga bergotong royong untuk membersihkan tebing.  Sepanjang jalan kami dapat melihat orang-orang tersebut membersihkan tebing dari tumbuhan yang bisa mengganggu jalan.
                Sesampainya di mess, saya benar-benar tepar. Cenderung sakit malah. Setelah saya mandi, saya merasa tidak enak badan dan langsung tertidur. Birgie dan Sharon membangunkan saya detik-detik sebelum keberangkatan. Untunglah saya sudah mengemasi barang saya sebelumnya jadi saya hanya tinggal membawa tas.
                Kami kembali menaiki bison dan akan berpindah bus ketika di Bakpao Telo. Dari bus, kami perjalanan pulang ke Surabaya.






2 comments: