Tanggal 18 Februari 2014
Kami
bersama-sama berangkat menuju Nongkojajar. Perjalanannya cukup lama dan kami
mengalami pergantian kendaraan karena bus tidak dapat masuk ke tempat tujuan
kami. Dari bus kami menaiki bison. Perjalannnya berliku dan menangjak, tapi
sudah mulai terasa hawa dinginnya.
Setelah kurang lebih
1-2jam (setelah menaiki bison) kami sampai di mess Baitani. Hawa disana
benar-benar dingin karena angin sejuk dan kabut. Kami dikumpulkan terlebih
dahulu dan dibagikan live let.
Hal
pertama yang kami lakukan adalah mandi. Tersedia 6 kamar mandi untuk 27 siswa. Jadi
harus mengantri. Jangan tanya soal suhu air, SANGAT dingin. 3 kamar mandi
memiliki fasilitas air panas sedangkan 3 lainnya tidak. Pada awalnya banyak anak
yang mengantri untuk kamar mandi dengan air panas.
Ketika
malam hari, kami semua dikumpulkan di aula. Di sana ada sesi pengenalan
siswa-siswi Baitani dan Citra Berkat.
Tanggal 19 Februari 2014
Saya
dan teman-teman sekamar saya, Birgie dan Sharon, mengatur alaram pukul 4 pagi
karena kami harus bersiap untuk tracking ke air terjun. Itu adala tracking
pertama saya dan sangat menyenangkan. Kami berjalan cukup jauh. Ketika kami
harus keluar dari jalan setapak, medan mulai licin karena tanah yang basah dan
belumpur. Kami menuruni lereng bukit bersama-sama dan berhati-hati. Banyak
tumbuhan dan bebatuan yang dapat kami manfaatkan sebagai pjakan, tapi tumbuhan
dan bebatuan tersebut juga bisa menjadi halangan. Teman-teman yang ‘lebih handal’
membantu kami semua dalam menuruni bukit. Mereka mambuka jalan dan membantu
mengatur pijakan kami.
Beberapa
dari kami sempat terpeleset, tapi tidak jatuh. Saat itu saya menyesal
menggunakan sepatu sekolah karena menggunakan itu sangatlah licin. Tapi pada akhirnya, kami berhasil sampai
hingga air terjun.
Disana, kami menikmati
pemandangan, berfoto bersama, membuat video, dan bersantai. Meskipun warnai air
terjunnya tidak jernih, kami tetap menikmatinya. Kondisi air tersebut masih asri. Kita dapat
melihat banyak tumbuhan bamboo dan bukit-bukit hijau dari sini.
Setelah
beberapa jam kami di sana, kami memutuskan kembali karena kami memiliki jadwal
lain. Perjalanan mendaki lebih mudah dari pada sewaktu kami turun. Sejak saat
itu saya menyukai tracking meskipun itu melelahkan.
Jadwal
kami setelah tracing adalah pergi kepasar dan mengadakan permainan. Tapi melihat
kondisi banyak anak yang tepar, permainan tersebut dibatalkan dan hanya
beberapa anak yang mau ikut saya yang akan ke pasar, sedangkan yang lain dapat
beristirahat di mess. Saya dan Birgie memutuskan untuk beristirahat di mess
saja dan mandi karena sebentar lagi kami akan bersama siswa dan siswi Baitani
untuk live in.
Saya
dan Natalia tinggal bersama Reani. Kami sudah diberitahu jika rumahnya jauh
dari Baitani, tapi kami tidak menyangka akan SEJAUH itu. Dari Baitani ke
Andonosari (alamat Reani yang tertera di live let) jaraknya cukup jauh. Tapi dari
Andono dari kami masih harus berjalan +/- 5 km agar dapat sampai di rumahnya. Belum
lagi jalannya berbatu, berliku, dan naik turun. Saya, Joy, Bu Devi, dan Bu Yulian
harus berjalan karena rumah kami berdekatan. Seharusnya kami bersama Jeffrey
juga, tapi ia sudah naik sepeda motor bersama Thomas.
Reani
mengatakan ia juga harus berjalan seperti ini setiap pagi dan pulang sekolah,
ketika sampai di Andono sari, barulah ia dapat menaiki ojek. Perjuangannya
untuk sekolah harus diacung jempol.
Di rumah Reani, kami hanya
sempat untuk makan dan berganti baju. Karena kami harus pergi ke persekutuan. Tempat
persekutuan sangat dekat dengan rumah Reani. Di sana, kami bertemu dengan Joy,
Jeffrey, Thomas, dan kakanya Thomas. Di persekutuan tersebut kami disambut oleh
para anggotanya. Sangat menyenangkan. Lalu diakhir persekutuan kami makan lagi.
Kami makan bersama anggota persekutuan.
Saat
makan, ada kejadian lucu. Sambal yang dibuat sangat pedas dan Joy sudah
terlanjur ‘menaburi’ nasinya dengan sambal tersebut sehingga ia harus memakan banyak
sayur untuk meredam rasa pedasnya.
Setelah persekutan, kami
kemali ke rumah masing-masing. Tak berapa lama, kami memutuskan untuk mampir ke
rumah Thomas. Sebelumnya kami menjebut Bu Devi dan Bu Yulian dirumahnya. Di
rumha Thomas kami ngobrol dan merencanakan kegiatan untuk keesokan harinya.
Kami juga berfoto bersama.
Ketika pulang ke rumah Reani, malam harinya, saya dan
Natalia ngobrol dengan Reani sampai malam.
Tanggal 20 Februari 2014
Kami turun dengan ‘susah
payah’. Setibanya di tempat yang landai kami langsung lega. Kami melihat
kakanya Thomas menyambik suket. Cepat dan langsung banyak.
Joy juga sempat mencoba, tapi hasilnya
tidak terlalu banyak.
Setelah
nyambik, kami kembali ke rumah thomas untuk beritirahat karena kam akan tracking
lagi ke kebun apel milik keluarga Thomas. Perjalannya juga sangat jauh, naik
turun dan jalannya berbatu. Itu yang membuat perjalanan jadi semakin jauh.
Kebun apel milik Thomas
sangat besar. Sejauh mata memandang hanya apel!!! Di sana kami diajari untuk
memetik apel, membedakan apel yang sudah masak dan yang tidak. Kakaknya Thomas
juga menjelaskan bahwa apel yang mereka kembangkan adalah hasil stek. Dalam
satu pohon terdapat 2 jenis apel. Kami boleh membawa oleh-oleh apel +/- 5 kg
apel.
Sehabis
dari kebun apel, kami berencana untuk mampir ke air terjun (berbeda dengan air
terjun yang pertama) tapi karena waktunya tidak cukup kami hanya memetik bunga
dan kembali. Kami sempat bermain di sungai. Sewaktu kembali, kami
sangat-sangat-sangat lelah sehingga ketika di rumah Thomas, kami langsung tepar.
Kami
menunggu cukup lama sampai akhirnya Bu Devi dan Bu Yulian datang. Kami membeli
beberapa makanan kecil dari tokonya Thomas, siap untuk perjalnaan panjang.
Perjalanan
pulang kami, benar-benar perjuangan. Membawa oleh-oleh tambahah 5 kg apel,
membawanya tidaklah mudah. Di perjalanan juga kami sering berhenti untuk
menarik nafas dan beristirahat.
Sesampainya
di Andonosari, kami menunggu mobil untuk mengangkut kami. Sayangnya, setelah
kami konfirmasi lagi mobilnya akanterlambat. Padahal sebelumnyakami
diperingatkan agar tidak terlambat. Hal itu sempat membuat kita emosi, tapi
akhirnya kami memutuskan untuk berjalan ke mess. Dalam perjalanan kami bertemu
dengan Axel dan Denny sehingga kami berjalan bersama.
Kami
bertemu pick up yang menjemput kami setelah berjalan +/- 3 km lagi. Kami
benar-benar lelah, terutama saya, Natalia, Joy, jeffrey, Bu Devi dan Bu Yulian.
Sesampainya di mess, kami langsung mandi dan istirahat.
Tak
lama kemudian kami semua dipanggil untuk mengikuti permainan. Permainan catur
ala Running Man. Saya menjadi mentri dan setelah melakukan pengejaran yang
menguras energi, kelompok saya memenangkan pertandingan (yay). Saya lelah, tapi saya menikmati permainannya. Setelah permainan
tersebut saya ditunjuk untuk menjadi WL dalam persekutuan. Setelah istirahat
sebentar, kami mengadakan persekutuan. Ketika persekutuan berakhir barulah saya
memiliki waktu untuk mandi.
Untuk penutupan hari itu, kami mengadakan barbeque dan api
unggun. Bersama anak-anak Baitani, kami mengadakan mini games, bernyanyi, dan sharing
bersama.
Malam itu, karena pukul 1 pagi kami harus sudah siap ke
Bromo untuk melihat matahi terbit, saya
dan beberapa teman memutuskan utnuk begadang. Kami bermain kartu, dan ngobrol.
Itu juga momen menyenangkan karena kami bisa menghabiskan waktu bersama.
Tanggal 21 Februari 2014
Kami
siap untuk ke Bromo. Kami menyiapkan alat-alay yang akan kami bawa. Semua anak
juga telah menggunakan baju tebal. Tapi tidak ada yang menyangka jika pakaian
itu masih kurang tebal.
Saat di pick up, saya benar-benar
mengantuk dan kedinginan. Teman-teman juga begitu. SANGAT dingin sehingga
tangan bisa mati rasa. Banyak dari kami yang tertidur selama di perjalanan.,
tapi pemandangan langit malamnya sangat bagus. Saya sempat ngeri juga kalau
melewati jalan berliku. Sesampainya di di bromo. Hawanya benar-benar-benar
sangat dingin. Nafasmu juga akan dingin. Ketika kami sampai ditempat dimana
kami dapat melihat matahari terbit, kami melihat banyak turis berdatangan. Baik
dari dalam atau luar negeri.
Kami menikmati
pemamdangan, berfoto dan membuat video. Ketika matahari sudah mulai tinggi,
kami memutuskan untuk turun ke pantai pasir dan akan mendaki ke puncak Bromo.
Sebelumnya kami menikmati minuman dan makanan hangat di salah satu tempat makan
sederhana di sana.
Ketika
kami di pantai pasir, tidak banyak yang ikut mendaki. Mereka lebih memilih
untuk tinggal di mobil. Sedangkan saya? Saya memilih untuk tracking lagi
meskipun energi sudah terkuras (ada juga yang memilih ke puncka menggunakan
kuda). The tracking was fun. Karena saya dan Joy sudah ‘belajar’ dari
pengalaman, kami tidak terlalu kesulitan dan tidak terlalu gampang lelah. Yang
paling berat adalah ketika menaiki tangga. Hal terberat karena sampai di
tengah-tengah kaki saya sangat susah untuk diangkat, belum lagi hawanya
sangatlah panas. Bau belerang juga sudah tercium sehingga tenggorokan menjadi
gatal.
Dari puncak,
kami bisa melihat wihara dan tempat pick up kami parkir sangat kecil. Kami
berfoto di puncak, tapi tidak lama kemudian kami turun karena sudah dipanggil
kembali. Perjalanan turun lebih mudah dan lebih cepat. Saya yakin kami semua
akan mendapat sun burn.
Perjalanan
kembali ke mess, awalnya terasa panas karena sinar matahari. Tapi ketika sudah
mulai dekat dengan ongkojajar hawa mulai dingin dan kami dapat melihat kabut. Sinar
mataharipun tidka banyak. Selama perjalanan pulang kami melihat banyak warga
bergotong royong untuk membersihkan tebing.
Sepanjang jalan kami dapat melihat orang-orang tersebut membersihkan
tebing dari tumbuhan yang bisa mengganggu jalan.
Sesampainya
di mess, saya benar-benar tepar. Cenderung sakit malah. Setelah saya mandi,
saya merasa tidak enak badan dan langsung tertidur. Birgie dan Sharon
membangunkan saya detik-detik sebelum keberangkatan. Untunglah saya sudah
mengemasi barang saya sebelumnya jadi saya hanya tinggal membawa tas.
Kami kembali
menaiki bison dan akan berpindah bus ketika di Bakpao Telo. Dari bus, kami
perjalanan pulang ke Surabaya.
Keren ce perjalanan tempat orang yang cece tinggal.. :D
ReplyDeletemoment - momeny=t bahagia :)
ReplyDelete